Pemanfaatan Sampah Menjadi Listrik
Saat
ini, sampah telah menjadi masalah yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat.
Jumlah sampah yang selalu menumpuk menebarkan aroma busuk, sehingga membuat
masyarakt yang beraktivitas diluar ruangan selalu menikmati bau busuk terutama
masyarakat yang tinggal berdekatan dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selain
bau busuk yang menyebar, tumpukan sampah beresiko menimbulkaa banjir akibat
saluran tersumbat oleh sampah. Selain banjir, hal tersebut menyebabkan sampah
terbawa arus banjir dan tersebar kemana – mana. Berbasiskan data 2010, Indonesia menjadi peringkat kedua
negara “penyumbang” sampah plastik terbesar di dunia yaitu sebesar 3,2 juta
ton, setelah Tiongkok yang sebesar 8,8 juta ton yang lalu disusul oleh Filipina
diperingkat ketiga yaitu sebesar 1,9 juta ton. Oleh karena itu, untuk
mengatasi permasalahan sampah yang menumpuk dan menebarkan aroma busuk salah
satu caranya yaitu mengubahnya menjadi energi listrik.
Pada
TPA diletakkan mesin pembangkit listrik dengan kapasitas sekitar 10 Megawatt.
Posisi dari mesin pembangkit listrik itu sendiri diletakkan tidak jauh dari
tumpukan sampah setinggi beberapa meter. Meski sampah menggunung, aroma busuk
dari sampah tidak tercium. Hal tersebut dikarenakan, saat proses fermentasi
sampah organic membusuk dan menghasilkan gas metana, penyaring akan menyaring
gas dari kotoran padat yang dikandung dan suhu distabilkan sesuai dengan
spesifikasi mesin pembangkit listrik. Gas metana yang dihasilkan ”bukit” sampah itu dialirkan melalui pipa
untuk mengoperasikan mesin-mesin pembangkit listrik di areal tempat pembuangan
sampah tersebut. Dengan memanfaatkan sampah untuk menghasilkan
listrik, hal ini sekaligus mengatasi persoalan sampah di kota-kota besar. Produksi sampah naik, sementara pengolahannya
tidak maksimal. Akibatnya, sampah menggunung dan tidak terurus. Selain
menimbulkan bau tak sedap, sampah juga mengganggu keindahan, mencemari air dan
tanah, serta dapat menjadi sumber penularan penyakit. Di Indonesia, baru TPA Bantar Gebang, Bekasi, dan
Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan yang
merintis penerapan teknologi yang mengintegrasikan pengolahan sampah terpadu.
Jadi, sampah yang ada didaur ulang lalu dimanfaatkan komposnya dan juga
dikelola menjadi energi listrik. Pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan sampah ini bisa
dikembangkan di setiap kota besar. Penutupan tempat pembuangan sampah terbuka
telah diamanatkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Saat ini, hampir semua kota dan kabupaten di Indonesia menggunakan tempat
pembuangan sampah terbuka. Namun, sejauh ini belum ada langkah dan program
nyata yang dilaksanakan pemerintah daerah. Namun, penglahan sampah
ini memiliki resiko yaitu dapat menimbulkan konflik social dengan warga sekitar
yang terganggu oleh hilir mudiknya truk pengangkut sampah. Para pemulung juga
merasa terancam sumber nafkahnya dengan adanya kegiatan pengolahan sampah.
Tetapi, hal tersebut telah diatasi dengan cara proses pengangkutan dilakukan di
malam hari dan pengolahan sampah pada TPA dilakukan setelah para pemulung
menyelesaikan tugasnya, sehingga mereka tidak akan merasa terganggu dengan
adanya pengolahan sampah yang dapat mengurangi nafkah mereka.
Sampai
saat ini, sistem pemanfaatan listrik belum diterapkan di banyak kota. Hal
tersebut dikarenakan listrik yang dihasilkan sangat kecil sehingga membuat
pemerintah merasa dirugikan. Harga
keekonomian listrik dari sampah itu di atas Rp 1.000 per kWh, sedangkan saat
ini harganya baru Rp 820 per kWh. Jika harga terlalu
rendah, investor tidak akan mau untuk berinvestasi dalam bisnis pengolahan
sampah. Oleh karena itu, pengolahan sampah hanya diterapkan di beberapa kota
besar saja untuk mengurangi resiko penyakit yang ditimbulkan dari sampah dan
aroma busuk yang mengganggu aktivitas masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar