Rabu, 06 Desember 2017

ESSAY

Pemanfaatan Sampah Menjadi Listrik

            Saat ini, sampah telah menjadi masalah yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat. Jumlah sampah yang selalu menumpuk menebarkan aroma busuk, sehingga membuat masyarakt yang beraktivitas diluar ruangan selalu menikmati bau busuk terutama masyarakat yang tinggal berdekatan dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selain bau busuk yang menyebar, tumpukan sampah beresiko menimbulkaa banjir akibat saluran tersumbat oleh sampah. Selain banjir, hal tersebut menyebabkan sampah terbawa arus banjir dan tersebar kemana – mana. Berbasiskan data 2010, Indonesia menjadi peringkat kedua negara “penyumbang” sampah plastik terbesar di dunia yaitu sebesar 3,2 juta ton, setelah Tiongkok yang sebesar 8,8 juta ton yang lalu disusul oleh Filipina diperingkat ketiga yaitu sebesar 1,9 juta ton. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan sampah yang menumpuk dan menebarkan aroma busuk salah satu caranya yaitu mengubahnya menjadi energi listrik.

            Pada TPA diletakkan mesin pembangkit listrik dengan kapasitas sekitar 10 Megawatt. Posisi dari mesin pembangkit listrik itu sendiri diletakkan tidak jauh dari tumpukan sampah setinggi beberapa meter. Meski sampah menggunung, aroma busuk dari sampah tidak tercium. Hal tersebut dikarenakan, saat proses fermentasi sampah organic membusuk dan menghasilkan gas metana, penyaring akan menyaring gas dari kotoran padat yang dikandung dan suhu distabilkan sesuai dengan spesifikasi mesin pembangkit listrik. Gas metana yang dihasilkan ”bukit” sampah itu dialirkan melalui pipa untuk mengoperasikan mesin-mesin pembangkit listrik di areal tempat pembuangan sampah tersebut. Dengan memanfaatkan sampah untuk menghasilkan listrik, hal ini sekaligus mengatasi persoalan sampah di kota-kota besar. Produksi sampah naik, sementara pengolahannya tidak maksimal. Akibatnya, sampah menggunung dan tidak terurus. Selain menimbulkan bau tak sedap, sampah juga mengganggu keindahan, mencemari air dan tanah, serta dapat menjadi sumber penularan penyakit. Di Indonesia, baru TPA Bantar Gebang, Bekasi, dan Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan yang merintis penerapan teknologi yang mengintegrasikan pengolahan sampah terpadu. Jadi, sampah yang ada didaur ulang lalu dimanfaatkan komposnya dan juga dikelola menjadi energi listrik. Pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan sampah ini bisa dikembangkan di setiap kota besar. Penutupan tempat pembuangan sampah terbuka telah diamanatkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Saat ini, hampir semua kota dan kabupaten di Indonesia menggunakan tempat pembuangan sampah terbuka. Namun, sejauh ini belum ada langkah dan program nyata yang dilaksanakan pemerintah daerah. Namun, penglahan sampah ini memiliki resiko yaitu dapat menimbulkan konflik social dengan warga sekitar yang terganggu oleh hilir mudiknya truk pengangkut sampah. Para pemulung juga merasa terancam sumber nafkahnya dengan adanya kegiatan pengolahan sampah. Tetapi, hal tersebut telah diatasi dengan cara proses pengangkutan dilakukan di malam hari dan pengolahan sampah pada TPA dilakukan setelah para pemulung menyelesaikan tugasnya, sehingga mereka tidak akan merasa terganggu dengan adanya pengolahan sampah yang dapat mengurangi nafkah mereka.



            Sampai saat ini, sistem pemanfaatan listrik belum diterapkan di banyak kota. Hal tersebut dikarenakan listrik yang dihasilkan sangat kecil sehingga membuat pemerintah merasa dirugikan. Harga keekonomian listrik dari sampah itu di atas Rp 1.000 per kWh, sedangkan saat ini harganya baru Rp 820 per kWh. Jika harga terlalu rendah, investor tidak akan mau untuk berinvestasi dalam bisnis pengolahan sampah. Oleh karena itu, pengolahan sampah hanya diterapkan di beberapa kota besar saja untuk mengurangi resiko penyakit yang ditimbulkan dari sampah dan aroma busuk yang mengganggu aktivitas masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar